Banyak yang tidak menyangka kalau di tengah pusat perbelanjaan tersebut terdapat makam yang menjadi salah satu wisata religi terkenal. Letaknya di tengah pemakaman umum lingkungan Setono Gedong di belakang Masjid Aulia. Tidak sulit untuk menuju ke lokasi makam karena cukup dengan berjalan kaki sekitar 100 meter ke arah barat melalui gang yang cukup lebar di tengah Jl. Dhoho.
Makam Mbah Wasil selalu ramai dikunjungi peziarah terutama pada malam Jumat, lebih lebih pada Bulan Ramadhan
ini. Bukan hanya dari wilayah Kediri Raya, para peziarah juga banyak
yang berasal dari luar daerah bahkan dari luar Jawa dan luar negeri.
Mereka datang untuk berdoa, membaca tahlil, membaca Al-Quran dan ada
juga yang hanya sekedar ingin tahu. Tujuannya pun beragam ada yang ingin
mencari berkah, ada yang karena punya hajad seperti buka usaha baru,
mau ujian, berdoa agar segera bertemu jodohnya, ada yang ingin rejekinya
lancar dan ada juga yang berdoa agar diijinkan istrinya untuk menikah
lagi.
Tetapi ada yang menarik, unik sekaligus
janggal. Mayoritas peziarah ternyata belum mengenal siapa yang mereka
ziarahi. Belum tahu asal usulnya, keturunan dan sejarahnya. Apakah Mbah
Wasil keturunan Nabi Sulaiman,
atau Nabi Ibrahim, atau juga apakah beliau penerus Syeh Abdul Qodir
Jaelani juga tidak ada yang bisa memastikan. Mereka hanya mengenal nama
Mbah Wasil melalui cerita dari mulut ke mulut. Bahkan toko buku dan
aksesoris di area Masjid Setono Gedong tidak menjual buku biografi Mbah
Wasil. Kata pemilik toko, buku tentang Mbah Wasil belum ada karena
memang tidak ada yang berani menuliskannya.
Tetapi wajar banyak yang tidak tahu,
karena memang sangat minim sumber pustaka atau literatur yang
menerangkan jati diri Mbah Wasil. Bahkan beberapa ahli sejarah sangat
terbatas untuk bisa menerangkan biografi beliau secara detail. Hanya
sedikit sumber dan dugaan berdasar analisa sejarah dan arsitektur serta
anatomi bangunan makam.
Paling tidak ada dua versi tentang
sejarah dan asal usul Mbah Wasil, ada yang bilang beliau hidup di abad
XI berarti sebelum wali songo dan ada yang menyebutkan beliau hidup di
abad ke XIV di jaman walisongo. Menurut penjelasan Yusuf, juru kunci
makam Mbah Wasil, Syeh Sulaiman Al-Wasil adalah utusan dari Istambul
Turki pada abad ke XIV. Beliau diutus ke pulau Jawa untuk bertemu dengan
walisongo guna membantu menyebarkan agama Islam pada masyarakat.
Dalam versi ini selain menyebarkan agama
Islam, Mbah Wasil dan para sunan juga berencana membangun masjid agung
yang dijadikan pusat penyebaran agama Islam di Kediri. Pembangunan
masjid dimulai dari pembangunan pondasi di atas susunan batu di bagian
bawah yang berwarna kekuningan di kompleks makam Setono Gedong. Tetapi
menurut sumber lain susunan batu tersebut merupakan pondasi sebuah candi
dari jaman Kerajaan Kadiri, sedangkan yang dibagian atasnya merupakan
susunan batu yang belum selesai ditata.
Karena pembangunan masjid terhenti
akhirnya material yang rencananya digunakan untuk membangun masjid
itupun dibawa kembali oleh para wali untuk menyelesaikan pembangunan
Masjid Demak dan Masjid Cirebon. Area di atas pondasi itu sempat
difungsikan sebagai sarana prasarana ibadah, dan tempat pertemuan para
wali waktu di Kediri. Pondasi tersebut sempat rusak parah namun kembali
ditata oleh masyarakat hingga akhirnya bisa digunakan kembali sampai
sekarang.
Tetapi catatan bahwa mbah Wasil hidup
pada abad XIV di masa walisongo sangat diragukan. Mayoritas ahli sejarah
lebih condong bahwa beliau hidup pada abad XI dimana Syeh Sulaiman
Syamsudin atau Syeh Ali Syamsu Zein ini adalah guru dari Raja Kadiri Sri
Aji Jayabaya. Beliau berasal dari Negeri Persia datang ke tanah Jawa
untuk menyebarkan ajaran Islam. Ini tercantum dalam serat Jangka
Jayabaya. Dikabarkan bahwa Mbah Wasil adalah guru spiritual Jayabaya
bahkan konon ia adalah tokoh yang mempunyai andil besar dalam ramalan
Jayabaya.
Mbah Wasil juga dikabarkan mempunyai
empat pengikut setia dari Persia yang selalu menemaninya menyebarkan
agama Islam. Keempat orang itu juga dimakamkan di kompleks pemakaman
Setono Gedong di dekat makam Mbah Wasil.
Sementara itu juga tidak diketahui kapan
Mbah Wasil meninggal karena di nisan makam Mbah Wasil tidak tertulis
nama, tanggal, tahun dan keterangan lainnya yang menunjukkan waktu
beliau meninggal. Di nisan hanya tertulis kalimat Syahadat yang
mengartikan bahwa mbah Wasil adalah orang Islam yang ditokohkan dan
dihormati masyarakat sekitar sebagai penyebar agama Islam.
Makam Mbah Wasil sebelum tahun 2003
belum masuk ke dalam rangkaian wisata religi di Jawa. Meski begitu makam
Mbah Wasil sudah ramai dikunjungi peziarah yang mengetahui keberadaan
makam tersebut dari mulut ke mulut. Tahun 2003 makam Mbah Wasil dipugar
dan selanjutnya tahun 2007 dibuka menjadi tempat wisata religi pada masa
pemerintahan walikota H.A Maschut.
Sampai sekarang makam Mbah Wasil ramai
dikunjungi peziarah perempuan maupun laki laki terutama pada bulan
Ramadhan. Yang berziarahpun beragam ada yang pakai sarung ada yang
bercelana ada yang pakai kopyah dan ada yang gondrong. Perilaku sebagian
dari merekapun kadang unik dan aneh. Ada yang sengaja tidur di area
makam menginap beberapa hari sambil menjalankan ritual wiridan, memegang
tasbih, mulut komat kamit entah apa yang dibaca. Banyak juga peziarah
yang datang untuk menyelesaikan hafalan Al Qur’an.
Tetapi siapakah beliau, darimana dan
keturunan siapa itu tidak pokok. Yang jelas kemasyhuran namanya, aura
karomah kewaliannya, energi barokah yang diradiasikan mampu mengikat dan
menarik banyak Muslim untuk datang berdoa dan melantunkan ayat ayat
Allah. Ini menunjukkan beliau adalah tokoh yang agung dan dekat dengan
sang pencipta. Semoga keberadaan makam Syeh Sulaiman Syamsudin Al-Wasil
atau Syeh Ali Syamsu Zain ini bisa memancarkan cahaya ketenangan,
kedamaian, keamanan dan kemakmuran khususnya di Kota Kediri termasuk
bagi mereka yang rutin berziarah dan mendoakannya