1) Makam Tumenggung Surontani
Kertoyuda
Makam Tumenggung Surontani Kertoyuda
dimakamkan di Gunung Budeg Kertoyuda adalah Senopati Wajak pada era Surontani
Kerto Koesumo. Bahkan dia sempat menggantikan Tumenggung Surantani Ariyo
Koesumoedi saat ki Surontani I di tahan di Mataram, meski hanya sementara.
Setelah Surontani I kembali ke Wajak menantunya diangkat sebagai Tumenggung
Surotani II dengan gelar Kerto Koesoemo.
2) Makam Eyang Agung Tjokro Koesumo
Makam Eyang Agung Tjokro Koesumo
dimakamkan di dekat Candi Dadi Wajak Kidul. Para peziarah datang dari berbagai
daerah. “Banyak juga peziarah yang datang dari Pulau Dewata Bali” kata Mbah Wo
Juru Kunci makam Eyang Agung Tjokro Koesoemo.
3) Makam Syekh Sunan Kuning
Makam Syekh Sunan Kuning atau lebih
dikenal Makam RM. Garandhi di desa Macanbang Kecamatan Gondang. Makam tersebut
diketemukan sekitar abad ke-18. RM Garandhi adalah musuh bebuyutan Kolonial
Belanda. Di saat Mataram dikuasai Kolonial, RM. Garandhi didukung rakyat dapat
merebut Mataram yang telah dikuasai penjajah. Namun hanya bertahan beberapa
tahun RM. Garandhi menjadi raja.
Disaat Mataram di duduki Belanda
lagi RM. Garandhi melarikan diri ke arah timur, tepatnya di daerah Tulungagung
sampai akhirnya wafat di Desa Macanbang.
4) Makam Fatimah
Makam Fatimah atau lebih dikenal
Nyai Lidah Hitam. Menurut cerita nyai Lidah Hitam adalah seorang putri
mandraguna istri dari Kyai Abu Masur dari Desa Tawangsari.
Julukan Nyai Lidah Hitam sebenarnya
datang dari para kompeni. Menurut tokoh spritualis Abah Edi Purnomo, karena
ucapan beliau yang selalu bertuah, maka para kompeni sering kelabakan dalam
menghadapinya sepak terjang Nyai Lidah Hitam ini. “Keluarga Abu Mansur II ini
pernah kedatangan seorang tamu. Entah kasannya ingin menjajal kesaktian
keluarga Abu Mansur atau tujuan lain. Yang jelas tamu tersebut merasa kurang
puas dengan penyambutan pihak keluarga. Akhirnya dengan terpaksa tampilah Nyai
Lidah Hitam dengan kesaktiannya yaitu menggoreng batu dengan tangan diatas
kembennya. Pada akhirnya kian lama batu tersebut akhirnya dapat memanas. Bahkan
panasnya dapat mematangkan buah beras” jelasnya.
Makam Fatimah atau lebih dikenal
Nyai Lidah Hitam di komplek pemakaman keluarga Kyai Abu Mansur di belakang
masjid Tawangsari Kecamatan Kedungwaru.
5) Makam RMT. Djayadiningrat Adipati Tulungagung
Makam RMT. Djayadiningrat Adipati
Tulungagung dimakamkan di belakang Masjid Macan, Kedungwaru. Di masa hidupnya
bersama rakyat mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan berkumpulnya ulama –
ulama dan santri – santri. Dan Djayaningrat tidak melupakan perjuangan salah
satunya familinya yakni pangeran Diponegoro yang berjuang melawan Belanda tidak
terlepas dari mental agama.
6) Makam Syekh Sarkowi
Makam Syekh Sarkowi berada di desa
Ngujang Kecamatan Kedung Waru Makam tersebut berada di tengah sawah. Menurut
cerita penemu makam tersebut adalah seorang pengusaha yang pernah ditolong
Syekh Sarkowi.
Dimasa sulitnya seorang pengusaha
tersebut pernah bertemu orang tua. Orang tua tersebut mendoakan semoga seorang
yang berasal dari Nganjuk tersebut menjadi orang sukses. Pesan orang tua
tersebut jika sudah sukses agar segera beribadah haji ke tanah suci Makah.
Di saat menunaikan ibadah haji,
pengusaha dari Nganjuk tersebut bertemu lagi dengan orang tua yang pernah
berpesan untuk menunaikan ibadah haji jika sudah sukses.
Namun sebelum berpisah dengan orang
tua tersebut pengusaha berasal dari Nganjuk meminta alamat rumah orang tua yang
pernah mendo’akannya.
Beberapa hari kemudian seorang
pengusaha tersebut sengaja mencari alamat orang tua tersebut di desa Ngujang.
Namun seharian mencari rumah orang tua tersebut tidak membuahkan hasil. Karena
kecapekan seorang pengusaha itu tertidur dengan nyenyak. Didalam tidurnya
ditemui orang yang baru saja dicarinya.
“Kamu sudah hampir menemukan
alamatku, jika kamu teruskan mencarinya kamu akan menemukan rumahku. Rumahku
ada ditengah sawah dan di bawah pepohonan desa Ngujang” kata orang tua
tersebut.
Ketika terjaga dari tidurnya
pengusaha tersebut berniat mencari rumah orang yang baru menemuinya dalam
mimpinya.
Keesok harinya dia mencari rumah
orang tua itu di tengah sawah di bawah pepohonan. Dia terkejut ketika menemukan
makam tua di bawah pohon di tengah sawah. Makam tua tersebut di batu nisannya
tertulis Syekh Sarkowi. Ternyata orang tua yang selama ini pernah dia temui lewat
mimpi maupun ketemu langsung sudah lama meninggal. Sejak kejadian tersebut
pengusaha asal Nganjuk tersebut membangun makam keramat itu. Sampai saat ini
makam keramat itu banyak diziarahi orang dari berbagai daerah.
7) Makam Mbah Wali
Makam keramat berikutnya adalah
makam Mbah Wali di pantai Popoh Tulungagung. Menurut Abah Marwin Sholeh tokoh
Paranormal asal Pucang Laban, Mbah Wali adalah tokoh agama Islam di pulau Jawa
sebelum zaman Wali Songo. Makamnya tidak jauh dari pantai Popoh, bahkan di tepi
pantai Popoh. “Ketika memasuki kawasan wisata pantai Popoh, silahkan tanya
petugas pasti sudah mengenalnya” jelasnya.
8) Makam RM. Djayeng Koesoemo
Makam keramat berikutnya adalah RM.
Djayeng Koesoemo di Demuk, Pulanglaban. RM. Djayeng Koesoemo adalah anak dari
Adipati RMT. Djayaningrat, sedang istrinya bernama R. Ayu Endang Ratna Palupi
putri Bupati Japanan Mojokerjo.
Menurut Ny. Sundari yang masih
keturunan RM. Djayeng Koesoemo, semasa hidupnya RM. Djayeng Koesoemo sangat
gigih berjuang melawan kolonial Belanda. Pada suatu ketika berhasil membunuh
petinggi kolonial Belanda. Karena masih keturunan Bupati Ngrowo V maka tidak
dipenjara namun dibuang di hutan belantara pada tahun 1866. Bersama 40 orang
pengikutnya RM. Djayeng Koesoemo berada di hutan yang dikenal sangat angker.
Orang Jawa sering menyebut Jalmo moro Jalmo Mati, Sato Moro Sato Mati. Dengan
kesaktian RM. Djayeng Koesoemo dapat mengalahkan para dedemit yang mengamuk.
Oleh karena itu hutan yang semula angker itu dinamakan desa Demuk.
9) Makam Syeh Basyarudin
Makam Syeh Basyarudin berada di
makam Srigading, Kauman. Pada malam Jum’at legi makam ulama besar tersebut
diziarahi pendatang dari berbagai daerah. Bahkan makam syeh Basyarudin sering
diziarahi para santri dari pondok pesantren di berbagai daerah. Disekitar makam
Syeh Basyarudin terdapat makam Bupati Trenggalek dan keluarganya.
Makam Syeh Abdul Fatah terletak di komplek Masjid Mangunsari Tulungagung, banyak cerita tentang kekeramatan beliau yaitu salah satunya ketika beliau mendirikan menara masjid yang hanya semalam, kemudian menara tersebut miring tetapi beliau hanya menyapu disekitarnya, atas izin Allah menara tersebut lurus kembali, oleh sebab itu Pondok pesantrennya disebut Pondok Menara Al-Fattah
11) Makam Syeh Wahyudi
Makam Syeh Wahyudi terletak di Pojok Ngantru Tulungagung sekitar 2 Km dari arah pasar pojok ketimur masuk sebuah gang kecil dan berada di belakang pekarangan dekat musholla